Masa Depan Manusia Pertama Kali Ditentukan Yang Dijadikan Guru

Dipostkan pada 2018-01-09 oleh Admin

Dalam sastra Bali, Jawa dan Asia terdapat sekelompok orang yang dinyatakan sebagai guru, orang yang patut digugu dan ditiru. Dalam sastra Bali terdapat empat guru, yaitu orang tua, guru pengajian, guru wisesa dan guru swadyaya. Jika orang tua tidak cukup ilmu, orang lain dapat menjadi guru pengajian maupun guru wisesa. Orang yang menjadi guru pengajian memiliki ilmu atau pengetahuan yang banyak dan tentu saja memiliki jiwa sebagaimana orang bijaksana.

Semasa kecil, orang tua menjadi penentu masa depan anak, akan jadi apa anaknya. Mereka menentukan apakah akan diajar sendiri. Tindakan orang tua adalah pelajaran utama yang dijadikan pegangan oleh anak-anaknya. Kemudian, ketika orang tua menyerahkan pengajaran ke orang lain, maka orang yang ditunjuk itu akan menentukan masa depan anak-anak itu.

Misalkan orang tua suka berjudi dan dia mengajak anak-anaknya menikmati suasana judi, masa depan anaknya lebih pasti juga penjudi. Lain halnya jika anak tidak pernah diajak berjudi. Ada orang tua yang sering marah-marah di rumah di depan anak-anaknya maka itu akan dijadikan pegangan oleh anaknya, di masa depannya, anak-anak itu menjadi pemarah. Orang tua yang dengan cueknya suka merokok di hadapan keluarga akan mengajari kecuekan kepada anak anaknya. Ini menjadikan bahwa benar sekali kata orang dulu, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Mungkin kita pernah menemukan kejadian orang   tua yang serba baik memiliki anak yang nakal dan suka membuat masalah? Dalam kajian kami selama ini, orang tua baik tidak pasti sempat mengajar anaknya melalui interaksi langsung. Jika demikian kesempatannya, maka anak akhirnya berinteraksi dan belajar dari orang lain yang lebih pasti tidak  cocok dengan orang tuanya. Jika yang menjadi teman interaksinya orang yang bermasalah, jadilah anak itu bermasalah di masa depannya.

Ini menjadi pedoman penting bagi keluarga dengan pembantu. Memilih pembantu atau asisten rumah tangga haruslah dengan pertimbangan yang baik, jangan sampai interaksi anak ke pembantu melebihi interaksi anak dengan orang tua. Terlebih lagi jika pembantu berpendidikan rendah dan bermental buruk. Setiap interaksinya dengan pembantu demikian menurunkan kualitas diri anak dari kualitas orang tuanya. Kontrol dan evaluasi sepatutnya dilakukan dengan ketat jangan sampai anak terlanjur menjadi sangat buruk jauh dari orang tuanya.

SB