Tuhan Yang Maha Pintar

Dipostkan pada 2017-02-08 oleh Admin

Marilah mengamati orang yang kita katakan pintar dan cerdas, katakanlah saat ini dia menghadapi sebuah pekerjaan. Andaikan dia seorang diri menjadi maha bisa, maka coba diamati apa yang terjadi. Coba dia menggunakan kepintaran dan kecerdasannya, apalagi ke-mahakuasaannya. Jika seseorang menangani sebuah pekerjaan / usaha / perusahaan seorang diri, semua pekerjaan akan dilakukannya sendiri. Jika hendak nakal, dapat dihitung waktunya untuk menyelesaikan pekerjaan itu, dan karena dikerjakan sendirian, bisa saja usahanya bangkrut. Sementara itu orang yang pintar akan menciptakan alat bantu. Katakanlah sebagaimana saat ini untuk menyelesaikan banyak sekali perkalian, orang membuat komputer dan programnya. Jika orang tanpa alat bantu bisa menghabiskan waktu seminggu untuk menyelesaikan sejuta perkalian, dengan bantuan komputer dan programnya hanya memerlukan waktu tidak sampai 1 menit. Sungguh sangat pintar.

Lalu, bagaimana jika dia menggunakan kecerdasannya? Dia mungkin tidak bisa mencipta tetapi dengan kecerdasannya dia menggunakan apa yang ada di sekitarnya untuk membantunya menyelesaikan tugas / pekerjaan / perusahaannya. Dalam hal ini, manager adalah orang yang cerdas. Dia memindahkan beberapa tanggung jawab ke orang lain sehingga pekerjaannya akan terselesaikan dengan lebih cepat. Ketika kecerdasan dipadukan dengan kepintaran maka akan dapat diatur bagian apa yang diserahkan ke mesin dan bagian mana yang bisa diserahkan dengan pelimpahan tugas ke karyawan.

Dalam konsep ketuhanan, tampaknya demikian pintar dan cerdas mendesain tuhan sebagai maha segalanya. Tampaknya sederhana dan mudah dimengerti dan begitu pintar dan cerdas. Tapi, berdasarkan penjelasan di awal tulisan ini, tentu ini adalah konsep yang bernalarkan kemalasan sehingga konsep pintar ini justru memunculkan kesan bahwa tuhan adalah mahluk yang begitu bodoh dan hanya khayalan kartun. Sangat-sangat bodoh sehingga dia tidak bisa melakukan hal-hal yang bahkan dapat dilakukan oleh manusia. Jika dilihat sebagai sebuah konsep, maka konsep ketuhanan maha esa / maha segalanya ini adalah konsep yang dipaksakan tanpa melalui pengamatan dan kaidah ilmiah lainnya. Sebab, tidak ada kejadian yang mengarahkan pada kesimpulan bahwa tuhan maha segalanya, kecuali menggunakan logika terbalik sebagaimana orang bodoh.

Mengapa kami katakan logika orang bodoh? Karena orang bodoh menggunakan dasar pemikiran yang terlalu singkat. Jika dirinya bodoh maka orang lain sangat pintar. Jika dirinya ganteng maka orang lain buruk rupa. Jika manusia bodoh maka tuhan maha pintar. Padahal, kejadiannya tidak seperti itu. Jika diteliti dan di-data, faktanya tidak seperti itu. Jika orang lain bodoh, maka kita belum tentu pintar, mungkin saja sedikit lebih pintar alias masih termasuk bodoh, karena jika orang tidak dapat menjawab sebuah pertanyaan, belum tentu kita bisa menjawabnya dengan benar. Jika diri kita ganteng, belum tentu orang lain mukanya jelek, bisa saja sama-sama ganteng.

Coba pikirkan bagaimana jika memang ada kemampuan serba bisa, maka yang memiliki sifat ini tentu saja bisa mengkloning dirinya sehingga tercapai kriteria untuk dapat disebut cerdas, dan dia bisa saja menggandakan dirinya menjadi mesin sehingga tercapai kriteria untuk dapat disebut pintar. Dengan ini,  tentu saja jika tuhan maha serba bisa ini, bisa saja tercapai kesimpulan bahwa manusia adalah tuhan itu sendiri, karena manusia terbukti bisa menciptakan hal-hal yang menurut kitab termasuk dalam kemampuan tuhan. Misalnya, orang dulu bertanya kepada tuhan akan dapat jawaban, kini manusia menciptakan server dan komputer, manusia bisa bertanya kepada komputer dan manusia memperoleh jawaban.

Tentu saja ini akan menjadikan konsep "Tuhan Maha Esa" sebagai konsep yang bodoh.

SB