Kitab Kebaikan, Dipelajari Siapapun Tidak Akan Menimbulkan Penjahat

Dipostkan pada 2017-02-08 oleh Admin

Keberadaan di dunia ini dimulai dari apa yang kita sebut tidak sempurna ke arah sempurna. Ketika keadaannya sempurna maka keberadaan tersebut kemudian akan sirna beralih rupa untuk menjadi benih terlahirnya keberadaan baru dengan tingkat yang lebih baik. Mengapa dapat disimpulkan demikian, mengapa bukan dari arah sebaliknya dari kesempurnaan menjadi semakin tidak sempurna?

Kita dapat menggunakan tingkat pemikiran dari orang-orang yang mampu mencipta untuk memahaminya dan mengamati bagaimana perkembangan dari ciptaannya itu. Katakanlah orang pencipta itu adalah orang tua kita sendiri, yang berhasil menciptakan seorang anak. Dari benih berupa sel telur dan sperma, kemudian menjadi jabang bayi, anak kecil kemudian menjadi orang dewasa dengan segala fungsionalitas kedewasaan, kemudian menjadi tua dan mati. Fungsionalitas tubuh itulah yang berkembang makin sempurna dan setelah sempurna kemudian lambat laun lenyap. Dan ketika tercapai kesempurnaan fungsionalitas, menjadi awal untuk terciptanya ciptaan baru.

Demikian pun yang terjadi dengan sebuah kitab. Ketika kitab tersebut ditulis, untuk dapat menyimpulkan baik-buruknya pemikiran yang ditanamkan di dalamnya, kitab ini harus ditanamkan dalam pikiran orang-orang dengan semua kondisi. Semua kitab bermula dari ketidaksempurnaan dan ketika penyempurnaan pemikiran itu dipentingkan memang harus ditanamkan ke pikiran orang-orang untuk dapat melihat wujud-wujud yang terjadi atas benih-benih pemikiran yang tertanam dalam kitab tersebut. Melalui pengamatan dan penyimpulan wujud pemikiran yang terjadi dapat diambil tindakan untuk menghasilkan kitab yang lebih sempurna dengan membuang benih-benih pemikiran yang dinilai sebagai pemikiran kejahatan. Hingga setelah beberapa kali penyempurnaan maka benih kejahatan yang tersisa akan sangat rendah dan kitab tersebut layak disebut sebagai kitab kebaikan.

Dalam hal kitab tidak pernah disempurnakan ( dengan berbagai alasan, terutama mempertahankan keaslian kitab ), maka terjadinya wujud-wujud pemikiran jahat akan berulang sepanjang jaman dan ini menjadikan seberapapun kitab itu disebut sebagai kitab kebaikan, tetap menampakkan diri sebagai kumpulan kitab yang mengandung benih kejahatan dengan tingkat yang signifikan.

Dalam kehidupan sosial, akulturasi adalah salah satu upaya penyempurnaan yang menjadikan sebuah ajaran akhirnya menjadi sempurna untuk dapat disebut kitab kebaikan. Kitab-kitab India yang menyebar ke banyak wilayah termasuk Indonesia menampakkan kejadian ini. Demikian pun kitab Injil dalam versi Indonesia dan kitab-kitab yang kita sebut sebagai pegangan Islam Nusantara. Sangat berbeda dengan kitab yang asli dari Arab, bahkan asli dari abad ke-7, ketika dipertahankan demikian sepanjang kehidupan, tetap memunculkan apa yang kita kenal dengan teroris agama yang sejak dulu hingga kini masih saja ada. Seberapapun orang menyebutkan atau berpromosi bahwa kitab Arab abad ke-7 itu sebagai kitab kebaikan, tidak mengubah fakta bahwa ada wujud kejahatan tercipta ketika ditanamkan ke masyarakat. Wujud kejahatan tersebut di antaranya: perang saudara, teroris, pemberontakan dan makar.

SB