Denpasar Tik Festival Dan Pembinaan Umkm Kuliner Denpasar

Hari ini, 25 Oktober 2016 kami menyempatkan untuk hadir di rapat yang diberitahukan diadakan pada hari ini jam 14.00 WITA di dinas perekonomian Kota Denpasar. Pemberitahuan disampaikan ke kami oleh koordinator tenan kuliner yang ditunjuk oleh dinas perkonomian Kota Denpasar. Sudah mandi, bersisir dan menggunakan parfum, setidaknya agar ruangan rapat penuh dengan aroma parfum, bukannya aroma keringat. Berangkatlah kami ke dinas perekonomian kota Denpasar yang berlokasi sama dengan kantor walikota Denpasar.
Kami tiba jam 13.45 dan kami langsung menuju ruang dinas perkonomian. Di depan pintu, beberapa orang duduk dan berdiri dengan wajah lesu. Kami tanya, "Rapat sudah selesai jam 11.00 siang tadi". Ah, kami terkejut juga, jadi berita yang dikirim ke kami adalah sebuah jebakan batman. Kami telepon ke orang yang mengirim SMS pemberitahuan rapat ke kami, dan jawabnya, "Tidak masuk, nanti ya acara tanggal 28 menggunakan kupon". "Jadi, bagaimana status kami di dTIK Festival?". Jawabya, "Bapak ,mengatakan sibuk terus,....". Kami tidak mau berdebat terlalu panjang, "Ok terima kasih, kita bicara lagi nanti".
Staf bagian perekonomian kota Denpasar di depan pintu memberitahukan bahwa mereka memerlukan 25 tenan saja dan mereka tak mau tahu siapa saja, asalkan sudah terpenuhi maka tidak akan menerima tenan lagi. Mendengar jawaban koordinator kuliner untuk dTIK Festival seperti itu, kami tidak suka mengemis-ngemis memaksakan untuk ikut. Bukan kebiasaan kami seperti itu, selain menjadikan panitia tampak kurang profesional, juga dapat berdampak kepada mental. Kami ingin buktikan bahwa kami dapat mandiri tanpa harus mengemis dibina oleh walikota Denpasar. Jika kami diikutkan, kami berterima kasih, jika tidak, ya tidak masalah. Banyak pengusaha kuliner di luar sana yang tidak ikut Denpasar TIK Festival dan mereka malah lebih survive. Kami ingin menjadi seperti mereka.
Dalam suatu obrolan beberapa bulan yang lalu dengan seorang teman satu almamater ITB ( Institute Teknologi Bandung ), kami mengamati kejadian yang sama, yaitu pembinaan pereknomian kota Denpasar dan UMKM lainnya bagaikan sarang mafia, dihuni dan dikuasai oleh orang-orang yang itu-itu saja. Mereka sejak awal dibina dan diberi asupan dana pembinaan, namun sampai kini tetap segitu-segitu saja. Situasinya persis bayi tua, kelamaan dibina tapi sampai kini masih "nyusu". Ada keengganan dari dinas pemerintahan kota Denpasar untuk membina UMKM baru dan itu ditunjukkan dengan sikap sebagaimana yang kami amati di dinas perekonomian kota Denpasar. Mereka menyerahkan seleksi tenan kepada pihak di luar dinas sementara mereka terima daftar yang sudah selesai saja, tidak mau memikirkan terkait siapa saja yang dipilih dan apakah ada pengaruh dan manfaat terkait pembinaan UMKM Kota Denpasar.
Demikian yang kami amati di tingkat pemda kota Denpasar. Sebagai warga salah satu desa atau kelurahan di Kota Denpasar, kami pun menyempatkan menyimak pembinaan di tingkat dusun dimana kami tinggal. Beberapa kali ada pembinaan namun ini sebatas pembinaan kecakapan PKK. Mendatangkan pelatih, peserta tanda tangan, mengikuti pelatihan yang relatif singkat, acara selesai dan segitu saja. Tidak ada jalan kelanjuta yang disediakan. Pembinaan ini sama sekali tidak mempertimbangkan bahwa segelintir orang saja yang akan jalan untuk meraih rejekinya dan mewujudkan tujuan program pembinaan itu. Kami tidak mengamati bahwa pembinaan perkonomian warga kota Denpasar adalah sebuah program yang serius.
Yang serius justru penertiban. Kita dapat melihat bahwa saat ini penertiban perekonomian kota Denpasar sangatlah gencar, terutama penertiban PKL, dari sekedar diusir hingga memberikan sidang tipiring, termasuk untuk PKL yang ber-KTP Denpasar dan menurut Undang-Undang, masuk dalam program pemberdayaan yang diprogramkan oleh pemda kota Denpasar.
Anda yang sudah pernah memulai sebuah bisnis mungkin merasakan bagaimana menjadi pemula dalam bisnis, terlebih lagi jika Anda memulai dengan tertib sebagaimana definisi Satpol PP yang digariskan oleh pemda kota Denpasar. Dengan modal Rp 50.000,- diharuskan mengontrak dan berdagang menetap jika berjualan di tepi jalan. Mungkin akan seperti di Lapangan Puputan Margarana Renon, hanya diijinkan berjualan di hari Minggu saja dari jam 6 sampai jam 10.00 WITA, selanjutnya tidak ada ijin. Berjualan di area parkir dan lapangan akan ditangkap dan diambil barang dagangannya. Ibaratnya, calon pembeli di lapangan, Anda disarankan berjualan ngumpet di sudut yang sepi.
Entah, ( orang-orang ) pemerintah melihat masyarakat itu seperti apa?
Menurut kami, masyarakat adalah kelompok yang harus dibina, bukan cuma diminta tertib. Setiap saat, ada saja orang yang ingin membangun bisnis dan dengan susah payah memulai berbisnis. Orang-orang begini seharusnya dibina untuk tumbuh dan menjadi pengusaha sesungguhnya yang dapat berbisnis dengan stabil. Dan ini mengharuskan daftar binaan pemerintah kota Denpasar setiap saat diisi orang-orang baru dan mengurangi prioritas binaan lama. Pemilihan keikutsertaan dalam even-even pembinaan harus dilakukan oleh dinas yang ditunjuk, bukan mempercayakan kepada binaan lama yang sejak dulu dipercaya dan sering ditunjuk.
Anda dapat menyimak bagaimana jika pemilihan keikutsertaan dalam even-even pembinaan dilakukan oleh binaan lama. Yang terjadi adalah prioritas akan tertuju kepada mereka dan binaan baru tidak akan bisa masuk. Jadilah program pembinaan walikota bagaikan sarang mafia, dihuni dan dikuasai oleh binaan lama yang itu-itu saja. Tidak pernah ada kreasi baru bisa tampil, karena kreasi baru tentunya dibawa dan dimunculkan oleh binaan-binaan baru, sayangnya binaan baru tidak bisa masuk ke dalam daftar binaan.
Ada hal yang baru saja terpikirkan bahwa publikasi pembinaan pemda kota Denpasar termasuk rendah. Ini bisa saja menjadi jalan lain bagaimana binaan baru tidak bisa masuk, karena mereka tidak tahu adanya program pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah kota Denpasar. Itu jelas teramati di dusun dan desa tempat kami tinggal. Katakanlah untuk even pembinaan sekelas Denpasar Festival, banyak UMKM di dusun dan desa kami tahunya hanya ada even tersebut tidak tahu menahu terkait jalan keikutsertaannya. Kami belum menyelidiki apakah ini masalah informasi di pemerintahan kota Denpasar ataukah masalah informasi di tingkat desa/kelurahan dan dusun. Tapi, begitulah kondisinya di tingkat dusun.
Akhir kata, kami tegaskan bahwa deDari Kuliner tidak berpartisipasi dalam denpasar TIK Festival 2016 yang diadakan tanggal 27 hingga 29 Oktober 2016. Kami diminta hadir rapat jam 14.00 Sore ternyata rapat sudah selesai jam 11.00 Siang.
SB